Www.yasirnoman.blogspot.com |
Tetanggaku, Bu De Inah
orang memanggilnya. Dia hidup seorang diri di sebuah kamar kos-kosan yang berukuran
2x3 Meter, kalau dilihat dari wajah mungkin umurnya sudah lebih dari setengah
abad. Semenjak suaminya meninggal karena kecelakaan kerja 8 tahun lalu, Bu De
Inah memutuskan untuk merantau Ke Kota Batam untuk menyambung hidup. Di kota
ini Bu De Inah bekerja sebagai buruh cuci, selain itu dia juga bekerja sebagai
pembuat pentol bakso. Hanya pekerjaan seperti itulah yang dia mampu, karena tak
berijazah.
Minggu sore itu saat aku sedang
tertidur ada yang mengetuk pintu, aku bangun lalu membuka pintu ternyata ada Bu
De Inah didepan pintu.
“Sore Buuuu... “. Sapa saya.
“Sore nak, oh ya ini Ibu bawakan nasi
kotak untuk kamu, tadi anak majikan saya ulang tahun. Saya ingat kamu kalau
pulang kerja pasti lapar.” Bu De Inah menyodorkan kotak yang berisi nasi itu
kepada saya.
“Waaaahh,,! Terima kasih banyak
ya Bu.” Jawab
saya dengan senang kebetulan memang lagi lapar.
“Iya nak, dimakan ya.. “. Bu De
Inah sambil tersenyum lalau meninggalkan pintu kamar saya.
Wah, nikmat rasanya saat perut
lapar dikasih makan gratis. ‘Hal kecil yang diberikan kepada orang yang tepat akan
menjadi hal besar yang tiada ternilai’. Itulah ungkapan yang tepat untuk apa
yang baru saja Bu De Inah lakukan.
Bulan puasa telah tiba, pulang
kerja biasanya saya langsung ke masjid karena disana menyediakan buka puasa
bersama. Tapi sore itu saya terpaksa buka puasa di kantor karena masih ada
pekerjaan yang harus diselesaikan, saya hanya buka puasa dengan air mineral. Habis
magrib saya pulang, dikos tak ada yang bisa dimakan persediaan makanan sudah
habis, uang dikantong pun sudah tak ada lagi. saat sedang terbaring dikamar
melepas lelah, ada yang mengetuk pintu.
“Nak, kamu nggak sholat traweh.” Tanya Bu De Inah.
“Nak, kamu nggak sholat traweh.” Tanya Bu De Inah.
“Mau sholat Bu tapi bentar lagi,”
. saya sambil membuka pintu.
“Nak, ini Ibu bawakan pisang sama
pentol bakso buat kamu. Dimakan ya....”. Ibu sambil meninggalkan pintu kamar
saya.
Beberapa Pisang masak yang sudah
agak kehitam-hitaman dan beberapa pentol
bakso kecil-kecil, sepertinya itu sisa pembuatan pentol bakso yang tidak masuk
hitungan. Saya goreng, lalu saya tambahkan beberapa bumbu, ternyata nikmat
sekali.
Ya Allah mulia sekali hati Ibu
ini, dia sangat ingin berbagi meskipun apa yang dia beri bukanlah sesuatu yang
istimewa, bukan sesuatu yang sempurna, bukan pula sesuatu yang mahal tapi
sangat berarti. Kadang kita berpendapat bahwa memberi itu haruslah barang yang
sempurna, lalu kalau kita tidak ada barang yang sempurna kapan kita
berbaginya..? Tidak, inti dari berbagi itu adalah ikhlas. Dan berbagilah kepada
orang yang tepat.
Dua hari kemudian ketika selesai
sholat subuh tidak sengaja saya mendengar Bu De Inah berbicara ditelpon, karena
suasana pagi yang hening jadi saya mendengar semua yang dia bicarakan. Mungkin
pendengaran Bu De Inah sudah agak terganggu jadi bicaranya terdengar agak keras
dan ponsel genggamnya di loudspeakerkan. Mereka berbicara bahasa jawa,
beruntung saya mengerti bahasa jawa. Percakapannya saya terjemahkan ke Bahasa
Indonesia..
“Halo Ibu, apa kabar? Sudah
sholat subuh belum”. Terdengar suara anak laki-laki.
“Iya nak., ini baru saja selesai,
sahur tadi makan apa?”. Tanya Bu De Inah.
“Anu Bu, tadi dikasih tetangga sayur
nangka sama tempe bacem”. Jawab anak muda itu.
“Syukur alhamdulillah kalo
begitu, banyak-banyak bersyukur nak, O ya pengumumannya gimana Nak lulus gak?’. Tanya Bu De Inah.
“Kemarin sore saya mau telpon Ibu
tapi sepertinya Ibu belum pulang kerja makanya saya memutuskan untuk telpon Ibu
pagi ini. Ibu,, Alhamdulillah anakmu diterima di Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada di Jogja, Tuhan menjawab do’a-do’a kita. Soal biaya Ibu tidak perlu terlalu
khawatir, disana banyak beasiswa”. Anak
muda itu berbicara dengan suara yang gak gemetar dan diringi tangis bahagia.
Dada saya terasa sesak, saya
merinding, saya mencoba mendengar dari jarak yang lebih dekat, karena tak ada
suara lagi setelah anak muda itu berbicara, saya mencoba mengintip dari kaca
jendela, tenyata Bu De Inah tersungkur sujud dan menangis bersyukur dalam
bahagianya.
Ya Allah, sungguh indah
rencana-Mu. Sungguh luar biasa balasan-Mu atas hamba-hamba Mu yang berbagi dan
bersyukur.
Jelas sekali pesan moral dalam sepenggal kisah nyata ini: Berbagi dan bersyukur, meski Bu De Inah tak tau banyak tentang agama, tapi Bu De Inah dikaruniai hati yang mulia dan anak yang berbakti. Keadaan tak pernah membatasi kita untuk bersyukur. Kali ini bukan cerita piktif, ini saya alami sendiri. Saya sendiripun tak tau dimana klimaks dari kisah ini tapi, Semoga pembaca blog Www.yasirnoman.blogspot.com terhibur dan dapat memetik hikmah dari cerita inspiratif ini. Mohon kripik dan sahangnya untuk membuat postingan-postingan yang lebih baik.
Salam
penulis: Rahman_yasir
0 komentar:
Posting Komentar