Rindu Kasih Sayang Ibu |
“Satpam macam apa itu, seenaknya
aja dia meninggalkan pos jaga ini setiap jam makan siang. Apa dia tidak tau
kalau dia itu digaji untuk menjaga keamanan kantor ini!”. Kata Pak Hendri (nama
pimpinan perusahaan yang baru itu) sambil menjulurkan kepalanya ke dalam pos
jaga yang sedang tidak ada satpamnya.
Satpam itu terlihat dungu dan biasa-biasa saja, dia mengabdi dikantor itu sudah sejak 4 tahun lalu.
Waktu itu yang menerimanya bekerja adalah bosnya yang lama, orangnya ramah dan
berwibawa. Tapi
sekarang bos lamanya sudah meninggal dunia karena serangan
jantung, si satpam merasa sangat kehilangan sosok yang ramah itu, karena mereka
sudah kenal akrab seperti bapak dan anak.
Seperti biasa, jam makan siang pos
satpam itu kosong. Pak Hendri kembali naik darah, dia menanyakan alamat rumah
satpam dungu itu kepada staffnya. Staff
kantor sudah tau maksud bosnya meminta alamat
rumah si satpam, namun mereka tak mau banyak bicara, takut salah.
“Ah.... tak jauh dari sini
rupanya alamat si dungu itu, dia
pasti pulang kerumah. Jangan-jangan dia tidur dirumah”. Kata Pak Hendri sambil
memegang secarik kertas yang berisikan alamat rumah satpamnya itu.
Dia mulai berjalan menelusuri
alamat itu. Selang beberapa menit dia menemukan tempat yang dia cari. Sebuah petak
segi empat terbuat dari triplek yang berukuran 3x3 meter menempel di belakang
gudang kerupuk. Merasa yakin kalau itu adalah tempat tinggal satpamnya, dia
berjalan pelan-pelan bermaksud ingin mengintip apa yang sedang satpam itu
lakukan. Dari salah satu sisi dinding itu dia menemukan lobang kecil, dia mulai
mengintip.
Pak Hendri tercengang melihat
satpamnya yang sedang menyuapi seorang Ibu-ibu tua yang duduk diatas kasur
kempes itu, seorang ibu-ibu buta yang sudah renta. Dia tidak bisa melakukan
apa-apa tanpa bantuan satpam dungu
itu. Hendri merasa sangat bersalah, menyesal, dadanya terasa sesak, badannya
terasa lemas, dia tak mampu menahan air mata harunya yang menerjang keluar
mengalir dikedua pipinya jatuh membasahi ujung sepatunya yang mengkilat itu.
“Subhanallah. Ya Allah... aku telah berburuk sangka pada hambaMu
yang berhati mulia itu, aku tak pernah melakukan hal itu pada ibuku. Aku terlalu
sombong!! Aku angkuuuuh..!! Aku tak pantas menerima kekayaan yang aku miliki
ini !!!”. Jeritnya dari balik dinding itu.
Mendengar suara itu si satpam bergegas
keluar, Pak Hendri yang angkuh itu langsung memeluk erat-erat satpam dungu-nya. Meminta maaf atas prasangka
buruknya. Satpam itu tampak bingung.
Kini Pak Hendri mengerti alasan
kenapa satpamnya selalu meninggalkan pos jaga setiap jam makan siang. Karena harus
pulang menyuapi Ibunya. Pak Hendri mendapat banyak pelajaran dari peristiwa
itu, menyadarkan dia akan arti kasih sayang dan balas budi kepada orang tua. Mereka
menjadi akrab. pagi itu mereka berkesempatan untuk bincang-bincang.
“Pagi Pak...”
sapa si satpam.
“Pagi Dik
(memanggil adik karena lebih tua dan sudah ada keakraban)... gimana kabar
ibumu, sehat?”
“Alhamdulillah
Pak, ibu sehat”
“Oh ya,
ngomong2 Ayahmu dimana?”
“Ayah sama Ibu
sudah lama meninggal sejak saya masih kecil dulu, mereka meninggal karena
bencana alam. Saya dibesarkan di panti asuhan sampai saya lulus SMA, setelah
lulus saya memutuskan untuk keluar dari panti. Akhirnya saya diterima bekerja
disini.”
“Lho ibu yang dirumah
kamu itu siapa?”. Tanya Pak Hendri dengan penasaran.
“Itu ibu
angkat saya Pak, 4 tahun lalu saya bertemu ibu duduk di halte itu (sambil menunjukkan
halte di sebrangan jalan depan posnya) dia kebingungan karena tak tau arah
jalan pulang karena buta, keluarganya pun sepertinya tak ada yang mencarinya. Saya
memutuskan untuk mengasuhnya karena
jujur dari lubuk hati saya yang paling dalam selama saya hidup di panti saya
merindukan kasih sayang
seorang ibu. Lalu Tuhan titipkan dia pada saya untuk
saya rawat dan saya jaga.”
Pak Hendri tertegun dan merinding
mendengar ungkapan isi hati pemuda yatim piatu itu. “Ya Tuhan, sungguh engkalu
telah mempertemukan aku pada sosok yang tegar ini. selama ini aku tak begitu
memperdulikan orang tua ku.”
Akhirnya Hendri memutuskan untuk
memberikan sebagian dari hartanya kepada si satpam itu.
“Saya serahkan sebagian dari
harta saya untuk kamu, untuk biaya hidupmu bersama ibumu dan nanti untuk anak
istrimu. Kamu telah menyadarkan keangkuhanku, apa yang kamu lakukan mengajarkan
aku arti dari kasih sayang. Apa yang telah kamu lakukan mengalahkan hebatnya
ceramah sang kyai terkenal sekalipun, karena terkadang mereka hanya bisa menasehati tak mampu
melakukan. Subhanallah”
Kini Pimpinan baru yang sombong
itu telah berubah menjadi sosok yang ramah dan dermawan. Menghargai apapun
profesi orang, mencintai keluarga yang membesarkannya. Semoga cerita inspiratif
ini menyadarkan kita untuk tidak berburuk sangka kepada orang lain, mengajarkan
kita tidak pandang bulu dalam mengasihi,
ikhlash membantu dan rela berbagi.
Kisah ini terinspirasi dari seorang satpam
komplek tempat saya tinggal saat ini. saya sempat ngobrol dengannya, mendengarkan kisahnya. Saya mengagumi sosok
satpam itu yang berani meninggalkan pos jaganya untuk mengumandangkan adzan di
Masjid tempat kami sholat, sedangkan dikomplek itu mayoritas penduduknya
beragama Buddha. Mohon kritik dan saran dari para pembaca www.yasirnoman.blogspot.com .
Salam Penulis
Rahman
Yasir
0 komentar:
Posting Komentar